CERPEN BERTEMA KEARIFAN LOKAL
MANGANAN
Karya : Yanuarista Cahyaningrum
Ayam mulai berkokok, penanda
petang telah sirna dan mentari datang menyambut pagi. Terdengar suara bising
warga Ronggomulyo yang rupanya telah bersiap siap untuk menyambut acara besok.
Ya, acara tahunan yang selalu dinantikan warga, manganan namanya. Tradisi turun temurun yang memuat kearifan lokal
Kota Tuban ini memang masih lestari hingga saat ini.
“Doni, ayo sini
bantu bapak bersih-bersih tempat ini”, ucap bapak RT yang sekaligus merupakan
ketua penyelenggara di acara ini.
“Jojo, Ari, Tejo,
ayo ikut bantu”, Doni pun mengajak teman-temannya yang lain untuk turut
membantu Pak Dirman tadi.
Mereka dan para
warga lainnya pun turut membersihkan latar kuburan pagi ini.
Apa hubungannya dengan kuburan?
Ya, jadi sebenarnya, acara manganan ini
adalah makan bersama di area pemakaman. Sekalipun sekilas terlihat menjijikkan
dan tidak bermanfaat, tapi acara ini memuat unsur kekeluargaan, spiritual, dan
kepercayaan dari masyarakat pada setiap susunan acaranya.
Di sisi lain, tampak gadis-gadis
yang membantu ibu-ibunya memasak. Namun ada satu gadis yang bersikap acuh
terhadap acara ini. Dia merasa acara ini tidak bermanfaat baginya, disaat yang
lainnya sibuk membuat makanan untuk sajian besok, Clara justru lebih asyik
memainkan gadget nya. “Clara, sini
bantu ibuk buat rengginang, dari tadi kok main HP mulu, nanti ku sita HP mu”
Ucap Ibu Clara yang mulai geram atas sikap anaknya yang kecanduan gadget hingga tidak memperhatikan
lingkungan sekitarnya.
“Ogah ah buk, ini
lho lagi seru-serunya”, bantah Clara yang asyik memainkan game di hp nya, hingga menoleh saja tidak.
“Jika tidak mau,
maka mulai besok, tidak ada lagi HP untukmu, besok hp mu akan kuberikan pada
kakakmu”, lontar Ibu Clara seraya mengambil HP yang sedang asyik dimainkan
Clara.
“Eh, jangan diambil
ibuk, iya, Clara bantu, tapi kembalikan HP nya”, ucap Clara dengan wajah penuh
kesal.
…
Segala
persiapan telah usai. Semua warga laki-laki telah menyelesaikan tugasnya dalam
acara pembersihan makam, dan semua wanita telah menyelesaikan tugasnya dalam membuat
makanan untuk disajikan besok. Mereka hanya tinggal menunggu fajar tiba lagi.
…
Pagi telah tiba. Hari kamis
kliwon pada bulan Haji ini telah membuka acara manganan yang telah dipersiapkan sejak kemarin. Para warga mulai
berdatangan di area pemakaman. Satu per satu masyarakat duduk membentuk
lingkaran dengan makanan siap saji terletak di tengahnya.
Tampaknya seluruh warga sudah
hadir, kyai / ustadz sudah siap
membacakan doa dan warga pun siap meng-aamiin-inya. Masih pada waktu yang sama,
Clara, gadis bergaya modern yang kecanduan gadget
ini sama sekali tidak menghiraukan suasana di lingkungannya.
“Clara, kamu ini,
dari tadi masih saja bermain gadget,
sini, bantu yang lainnya membagikan makan ke warga”, ujar Ibu Clara yang kesal
atas kelakuan anaknya yang terlihat sombong oleh tetangganya karena sikapnya
itu.
“ngapain sih buk,
makan di kuburan, kayak gaada tempat lain aja, makan itu ya di restoran, caffe,
lha ini, makan kok di kuburan, jorok”, ujar Clara dengan bibirnya yang berlaga
sinis.
Tiba-tiba, Doni
yang ikut mendengar obrolan Ibu Clara dan Clara pun menyaut
“Hei Clara, kamu
jangan sombong, ini tradisi dan budaya leluhur kita, kamu harus menghormatinya,
lagian, acara kayak gini juga setahun sekali doang kok, kalau bermain gadget, selain waktu ini kan kamu bisa”
“huh, sok tau
kamu Doni, emangnya ada faedah nya kalo aku ikutan acara beginian? Ha?”, bantah
Clara dengan masih menampakkan wajah angkuh.
“Tentu, aku paham
betul makna dari diadakan acara ini, lihatlah sekeliling kita, apa kamu melihat
perbedaan latar sosialnya? Lihat itu ada Pak RT, Pak Tomo yang menjadi juragan
ikan, Pak Sudirman yang memiliki sawah banyak di desa ini, dan disana ada pak
Jono yang tinggal sebatang kara dan hanya bekerja sebagai tukang bersih-bersih
sekolah, mereka semua tak tampak berbeda kan, mereka semua terlihat sama saat
ini.” Jelas Doni.
“Nah, sekarang
kamu tau kan Clara? Apa sih susahnya meninggalkan gadget? Kalau ada susahnya kamu kan juga tetanggamu yang nolong
nanti, bukan gadget mu” tambah Ibu
Clara.
“Tapi kenapa
harus di kuburan? Kayak gaada tempat lain aja?”, bantah Clara sekali lagi.
“Ini mengingatkan
kita, sehebat apapun kita, sekenyang apapun kita di dunia, nantinya kita juga
akan berada disini, dan tetangga juga yang membawa mayat kita kesini.”, jelas
Doni sekali lagi
“Waduh, maaf aku
menyesal, aku merasa tertampar dengan maksud dari diadakannya acara ini, mulai
sekarang, trimakasih Doni, Ibu, maaf membuat kalian kesal”.
Akhirnya Clara tersadar, bahwa
acara yang awalnya dikira menjijikkan olehnya itu mengandung unsur kearifan
lokal Tuban seperti kekeluargaan dan spiritual. Acara pun dilanjut, hingga
akhirnya, sesudah semua acara selesai, warga pun bergotong royong membersihkan
tempatnya.
Comments
Post a Comment